“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu …(QS An Nahl : 89)
Al Qur’an merupakan kitab suci kaum muslim yang kaya akan petunjuk dan pedoman kehidupan yang apabila diimplementasikan, pasti akan membawa kepada kemaslahatan dan kebahagiaan, baik di dunia maupun diakhirat kelak.
Al Qur’an Sebagai Sumber Hukum
Berbeda dengan kitab suci agama lainnya - yang menekankan aspek spiritual dan nilai-nilai moral bagi pemeluknya - , Al Qur’an merupakan kompilasi berbagai hukum yang bersifat komprehensif, solutif, sekaligus universal (lihat QS 10:37, QS 11:23, QS 16:89, dst). Ke-serba mencakup-an yang sekaligus melambangkan keagungan Al Qur’an ini bahkan diakui oleh para intelektual barat yang objektif dalam melihat fakta mengenai Al Qur’an. Mereka antara lain Denisen Ross, W.E. Hocking, G. Margoliouth, dsb.
Terkait dengan permasalahan Al Qur’an sebagai sumber hukum, Abdul Wahhab Khallaf (1978) dalam Firdaus (2004) mendeskripsikan secara garis besar isi kandungan Al Qur’an, yaitu : 1). Hukum-hukum yang terkait dengan masalah-masalah keyakinan atau aqidah, seperti masalah keimanan kepada Allah, masalah kenabian, hari akhir, dsb. 2). Hukum-hukum yang terkait dengan berbagai sifat utama yang harus menjadi perhiasan diri seseorang dan menjauhkan diri dari berbagai sifat yang membawa kepada kehinaan, yang tercakup dalam ruang lingkup akhlak. 3). Hukum-hukum amaliyah. Yaitu ketentuan hukum tentang tingkah laku manusia dengan Allah (ibadah), dan dalam hubungannya dengan sesama manusia (muamalah).
Apabila hukum yang terkait dengan masalah aqidah, ibadah, dan akhlak dapat dilaksanakan saat ini juga, maka tidak demikian halnya dengan aspek muamalah. Padahal, Allah SWT telah memerintahkan seluruh orang-orang yang beriman agar kaffah dalam berislam (QS 2:208). Ketika Al Qur’an berbicara tentang hudud (QS 2:178, QS 5:45, dst), jihad dalam rangka menyebarkan Islam (QS 2:216, QS 2:244, QS 8:39, dst), sistem pemerintahan yang menerapkan hukum Islam (QS 4:58, QS 24:48, dst), maka perintah-perintah tersebut di atas sama sekali belum terimplementasikan dalam kehidupan kita saat ini.
Kompatabelitas Al Qur’an
Tidak diragukan lagi, Al Qur’an memiliki kemampuan dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi manusia, kapanpun dan dimanapun. Secara keimanan, Al Qur’an berasal dari Zat Yang Maha Mengetahui akan kebutuhan hamba-hambaNya. Secara normatif, kandungan Al Qur’an bersifat holistik dan universal. Bukti historis juga memperlihatkan bagaimana Al Qur’an menjadi solusi umat Islam selama berabad-abad. Saat ini, di tengah menyeruaknya penderitaan dan keterpurukan sebagai akibat langsung kegagalan sistem kehidupan yang ada, banyak kalangan umat Islam yang menyerukan pentingnya kembali ke ajaran Al Qur’an.
Memang, tidak semua permasalahan disebutkan secara langsung dalam Al Qur’an. Akan tetapi, Al Qur’an memiliki kaidah-kaidah umum yang bersifat maknawi dan bisa di kontekstualisasikan dalam berbagai kondisi. Dengan berbagai perangkat ilmu yang relevan (seperti Bahasa Arab, ushul fiqh, ulumul Qur’an, ulumul hadits, dst) para mujtahid akan memiliki panduan baku dalam memecahkan berbagai perkara kontemporer yang tidak secara langsung disebutkan dalam Al Qur’an, tentu dengan dukungan sumber hukum Islam yang lain, yaitu As Sunnah dan Ijma’ Sahabat.
Sangat disayangkan, ada sebagian dari umat ini yang keblinger dalam melakukan “penafsiran” terhadap Al Qur’an. Dengan menggunakan beragam metode asing yang tidak dikenal oleh ulama tafsir yang hanif (semacam tafsir hermeneutika), mereka memperlakukan Al Qur’an sebagaimana karya ilmiah seorang ilmuwan. Akibatnya, yang terjadi bukan menerapkan Al Qur’an dalam kehidupan, tapi malah semakin menjauhkan kaum muslim dari Al Qur’an.
Jauhnya Umat Islam dari Al Qur’an menjadikan kehidupan terasa sempit (QS 20: 124). Beragam kesengsaraan dan kesulitan hidup begitu akrab dalam keseharian kehidupan kaum muslim di Negara kita. Kaum muslim juga seperti kehilangan izzah (kemuliaan) sebagai akibat dominasi kaum kafir imperialis yang terus menerus melakukan penjajahan diseluruh sendi kehidupan.
Penutup
Sebagai sebuah panduan kehidupan yang diturunkan oleh Zat Yang Maha Mengetahui, maka kaum muslim semestinya menjadikan Al Qur’an sebagai pemutus perkara mereka. Disinilah relevansi pembumian Al Qur’an, dimana Al Qur’an diperlakukan sebagaimana fungsi dan tujuannya. Al Qur’an bukan sekedar menjiwai, tapi menjadi “raga” dengan bentuk yang kongkrit, berupa regulasi kehidupan berdasarkan aturan-aturan Al Qur’an. Al Quran benar-benar menjadi panduan dalam bersikap, bukan hanya oleh individu, tapi juga oleh masyarakat dan negara. Wallahu’alam bis showab.
Dipublikasikan pada Rubrik Opini Harian Banjarmasin Post, Edisi 28 Maret 2008