GUNAKANLAH VERSI DESKTOP AGAR MAXSIMAL
... ... ...

PRIHATIN TAYANGAN TV


Akhir-akhir ini, tayangan acara di berbagai stasiun televisi benar-benar semakin memprihatinkan. Fungsi edukasi –yang seharusnya lebih dikedepankan- semakin tergerus dan terpinggirkan oleh beragam acara hiburan yang jauh dari unsur mendidik dan mencerdaskan. Bagaimana tidak, seorang pelajar yang seharusnya menggunakan sebagian besar waktunya untuk menuntut ilmu dan diharapkan kelak mempersembahkan karya terbaik bagi masyarakat, digambarkan sedemikian rupa menjadi sesosok manusia yang hedonis dan permisif. Setidaknya hal ini tergambar dari beberapa tayangan sinetron yang secara rutin menghias prime time tayangan televisi swasta nasional kita. Para pemirsa, dari anak-anak sampai dewasa, disuguhkan pada perilaku menjijikan para bintang sinetron yang secara sadar ataupun tidak menjadi korban para kapitalis media. Hal ini juga berlaku pada berbagai tayangan infotaintment yang begitu menjamur. Tidak cukup dengan itu, iklan berbagai produk yang bersilewaran di televisi menawarkan cara instant untuk menikmati hidup, dari produk makanan sampai kosmetik kecantikan.

Sebagaimana halnya media cetak, penikmat dunia hiburan melalui layar kaca dapat diukur secara kuantitatif. Beragam jenis survey yang diadakan oleh badan konsultan –semisal AC Nielsen- menjadi acuan dalam mengukur sejauh mana animo masyarakat terhadap suatu tayangan. Semakin tinggi rating yang diberikan, maka acara tersebut semakin diminati. Dan berdasarkan fakta yang ada, program hiburan masih menjadi favorit pemirsa. Alhasil, para pemilik modal menjadikan industri hiburan sebagai target utama untuk melipatgandakan pundi-pundi keuntungan.

Harus diakui, sekarang ini hiburan dengan berbagai ragamnya sudah menjadi industri yang menggiurkan. Paradigma kapitalistik –yang hanya berorientasi keuntungan- menjadikan dasar dalam pengelolaan industri hiburan. Seorang yang bergelut dalam bisnis tersebut, hanya berfikir bagaimana agar usahanya dapat berkembang pesat, dimana salah satu indikatornya adalah kuantitas konsumen yang terus bertambah. Hal ini juga berbanding lurus dengan semakin tebalnya isi kantong mereka. Perkara apakah hal tersebut sesuai atau tidak dengan norma yang ada, bukanlah hal yang begitu penting untuk diperhatikan. Bukankah masyarakat sudah dewasa dan bisa memilah apa yang terbaik bagi mereka? Artinya, mereka hanya menerima yang “baik-baik” dan “bermanfaat” saja? Kalau barang yang ditawarkan tidak menarik, maka ia akan tereliminasi secara alamiah. Sebenarnya, permasalahannya bukan pada bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap penetrasi wacana di tengah-tengah mereka.     Tapi lebih menyangkut sejauh mana tanggungjawab dan kontribusi media dalam mencerdaskan masyarakat. Harus diingat, media –baik cetak maupun elektronik- merupakan salah satu unsur menentukan dalam proses pencerdasan masyarakat. Perumpamaan hubungan media –dalam hal ini televisi- dengan masyarakat secarat tepat digambarkan oleh teori peluru. Masyarakat secara sadar maupun tidak telah “dipaksa” untuk menerima apapun yang diwacanakan oleh televisi, tanpa bisa melakukan counter. Wacana satu arah seperti ini mengakibatkan televisi memiliki peran besar dalam mempengaruhi masyarakat. Seyogyanya pengaruh tersebut bersifat positif dan konstruktif.


Mungkin Juga Anda Suka

Previous
Next Post »