
Sungguh aneh. Persoalan mengenai eksistensi Jamaah Ahmadiyah sampai saat ini masih belum menemukan titik terang. Setelah secara resmi dinyatakan sesat oleh Badan Koordinasi Pengkaji Aliran kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem)
Karena dinilai tidak menjalankan 12 kesepakatan tersebut secara konsekuen, akhirnya keputusan tentang kesesatan Ahmadiyah (baik aliran Qodiyani maupun aliran
Dalam konteks dunia Islam, Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang mengadakan pertemuan pada 6-10 April 1974 di Kota Suci Mekkah telah secara resmi menyatakan Ahmadiyah sebagai ajaran sesat dan menyesatkan. Selain itu, konferensi dalam kesimpulannya juga mengeluarkan pernyataan bahwa kelahiran Ahmadiyah tidak lepas dari peran Inggris sebagai Negara kolonialis (penjajah), menghianati persoalan-persoalan umat Islam, membantu imperialisme dan zionisme, bekerjasama dengan kekuatan-kekuatan tertentu untuk memerangi Islam, dan dijadikan tameng untuk menghancurkan aqidah Islam dari dalam (Jamalie, 2008).
Hasil konferensi ini disosialisasikan keseluruh negara dengan penduduk mayoritas muslim, yang kemudian ditindaklanjuti dengan pernyataan secara resmi tentang pelarangan ajaran ini. Pelarangan tersebut masih berlaku sampai sekarang. Alhasil, anda tidak akan menemukan warga di Ahmadiyah di Arab Saudi,
Fakta tentang kesesatan Ahmadiyah sebenarnya sangat jelas dan nyata, seterang matahari di siang hari. Dalam “kitab suci” Kaum Ahmadiyah, Tadzkirah, diserukan bahwa yang harus diikuti adalah Mirza Ghulam Ahmad ; yang diutus sebagai rasul dengan membawa agama kebenaran dan yang dimenangkan atas semua agama adalah Mirza Ghulam Ahmad, yang menjadi “al mukhattab” (yang diseru) dalam ayat-ayat Al qur’an yang dimasukkan ke dalam Tadzkirah adalah Mirza (Haqiqatul Wahyi, hlm.71 dan kandungan umum Tadzkirah) (Kurnia, 2008).
Secara umum, banyak kandungan dari Tadzkirah, baik secara eksplisit maupun maknawi, yang menyatakan “kenabian” Mirza. Sebab itu jugalah, sebelum dikeluarkannya keputusan Bakorpakem yang memberikan kesempatan kepada Ahmadiyah untuk melaksanakan 12 butir pernyataan, beberapa tokoh terkemuka dan pimpinan ormas-ormas Islam tingkat pusat yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI) menyayangkan keputusan tersebut sekaligus meragukan itiqad warga Ahmadiyah untuk bertobat. Dan terbukti, keraguan tersebut akhirnya terwujud dalam kenyataan.
Ajaran Ahmadiyah juga telah memunculkan keresahan dalam tubuh umat. Banyak fihak yang menyayangkan betapa lambannya pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini. Kekhawatiran akan terjadinya aksi anarkis pun merebak.
Seluruh elemen umat Islam juga mesti waspada karena isu Ahmadiyah sangat rentan dijadikan para islamophobia sebagai sarana adu domba. Ini misalnya dapat disaksikan dengan adanya tokoh dan organisasi yang secara terbuka mendukung eksistensi Ahmadiyah atas nama HAM dan kebebasan memeluk keyakinan bagi setiap warga negara.
Memposisikan Ahmadiyah
Penodaan terhadap ajaran dasar suatu agama merupakan pelanggaran serius. Apa yang dilakukan para pengikut Ahmadiyah jelas merupakan penodaan sekaligus penghinaan terhadap ajaran Islam yang mulia. Semua orang tidak memiliki hak untuk menghina dan menistakan suatu keyakinan. Yang dimaksud keyakinan di sini adalah bahwa Muhammad merupakan nabi sekaligus rasul terakhir bagi umat Islam.
Posisi Nabi Muhammad sebagai khatamul anbiya (penutup para nabi) adalah perkara keimanan yang secara eksplisit (qoth’i) disebutkan dalam kitab suci Al qur’an. Pernyataan yang keluar dari makna di atas adalah pemahaman bathil dan menyimpang. Fakta menunjukkan bahwa pemuka Ahmadiyah banyak melakukan penafsiran secara serampangan (baca : memanipulasi) ayat Al qur’an untuk mendukung keyakinan mereka.
Agar persoalan tidak berkepanjangan, maka seluruh elemen umat Islam harus pro aktif dalam menyelesaikan masalah ini. Apa yang dilakukan oleh beberapa tokoh dan ormas Islam (misalnya MUI, FUI, dsb) untuk mengajak warga Ahmadiyah bertobat, sudah tepat. Kita berdo’a agar mereka diberikan hidayah untuk kembali ke jalan yang benar.
Sebagai regulator yang bertanggungjawab untuk menyelesaikan berbagai sengketa seluruh warganegara, pemerintah sebaiknya segera merumuskan pelarangan ajaran Ahmadiyah, dengan secepatnya mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang pelarangan Ahmadiyah. Selain memiliki kekuatan hukum yang jelas, keputusan tersebut pasti akan didukung oleh mayoritas umat Islam.
Umat Islam akan sangat berterima kasih karena pemerintah telah melindungi aqidah dan keyakinan mereka, serta menghilangkan keresahan akibat kemunculan aliran keagamaan yang selama ini menjadi duri dalam daging bagi umat Islam. Wallahu’alam bis showab.
Dipublikasikan pada rubrik Opini Harian Radar Banjarmasin, Edisi 3 Mei 2008.