GUNAKANLAH VERSI DESKTOP AGAR MAXSIMAL
... ... ...

POLITIK “JALAN TENGAH”


Bagi bangsa ini, peristiwa reformasi terlanjur dianggap sebagai “malaikat” penolong. Karena dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap status quo, reformasi menjadi tumpuan asa seluruh penduduk negeri demi sebuah keadaan yang lebih baik.
Sepuluh tahun sudah reformasi berlalu. Adakah harapan sudah mentransformasikan dirinya dalam ranah realitas? Ataukah, reformasi telah mengubur dirinya sendiri sehingga cita-cita menjadi bangsa yang terhormat sekaligus bermartabat menjadi ilusi belaka?

Politik “Kanan”
Sejak peristiwa reformasi yang fenomenal itu, kebijakan para penguasa negeri ini semakin cenderung ke “kanan”. Kalau dulu, Penguasa Orde Baru lebih suka menyebut “ideologi” Pancasila sebagai jalan tengah, bukan kiri (sosialis) atupun kanan (kapitalis). Meski sepertinya Pancasila harus pasrah karena sebenarnya ia dapat dengan mudah digiring ke “kiri” ataupun ke “kanan” karena warnanya yang “abu-abu”.
Politik “kanan” inilah yang mendominasi eskalasi perpolitikan nasional sampai saat ini. Sekarang, mari kita lihat apa saja produk yang dihasilkan oleh para penguasa negeri ini dalam merumuskan berbagai kebijakan dengan paradigma politik “kanan” (baca:kapitalisme)
Segala dampak yang terjadi di lapangan bermula dari berbagai produk undang-undang yang diformulasi oleh penguasa. UU No.22 Tahun 2001 tentang Migas memberikan peluang yang sangat besar bagi swasta untuk menguasai kegiatan usaha hulu sampai hilir. Ini misalnya tertuang dalam pasal 9 ayat 1 point d. Saat ini, ratusan SPBU telah dibangun oleh Chevron, Shell, Petronas, dst. Mereka menginvestasikan dana besar karena adanya garansi dari pemerintah untuk meliberalisasi pasar migas.
Tidak cukup dengan itu, di tahun 2003 pemerintah kembali mengeluarkan produk UU Ketenagalistrikan yang pro pasar bebas. Pada pasal 30 ayat 2 disebutkan bahwa penyediaan tenaga listrik bisa dilakukan oleh BUMN, BUMD, Koperasi, Swasta, atau Swadaya Masyarakat. Pemodal raksasa (asing) tentunya akan mengincar sektor strategis ini untuk kepentingan mereka. Menurunnya kualitas pelayanan yang diberikan oleh PLN selama ini disinyalir sebagai “akal-akalan” pemerintah untuk mengintrodusir pihak ketiga dalam mengelola sektor kelistrikan. Paradigma pengelolaan profit oriented dipastikan akan membuat tagihan listrik membengkak. Bagi yang tidak mampu bayar, siap-siaplah untuk menggunakan lilin dan lampu teplok.
Dengan alasan penyehatan, pemerintah telah melakukan privatisasi besar-besaran terhadap puluhan BUMN, sejak UU No.19 tahun 2003 diperlakukan. Untuk tahun 2008 ini pemerintah telah melego 37 BUMN dengan target total penjualan mencapai 1000 triliyun. Puluhan megakorporasi transnasional akan dan sudah men take over BUMN yang diobral pemerintah. Sementara itu, UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air mengakibatkan warga kehilangan sumber air sehari-hari karena pengalihan fungsi yang dilakukan perusahaan air minum. Disahkannya UU Penanaman Modal Asing seakan merupakan penegasan bahwa Indonesia sudah masuk dalam perangkap kapitalisme global yang pro pasar bebas.
Ketidakberfihakan pemerintah terhadap wong cilik semakin lengkap dengan telah dikeluarkannya SKB 4 Menteri yang secara langsung melemahkan daya tawar para buruh vis a vis perusahaan Sementara itu, informasi terbaru menyebutkan bahwa krisis finansial global telah menambah 70 ribu pengangguran baru.
Ringkasnya, seluruh sektor kehidupan saat ini mengalami keterpurukan di seantero bidang. Kebutuhan mendasar baik yang bersifat individual (pangan, sandang papan) maupun komunal (pendidikan, kesehatan, keamanan) telah menjadi barang mewah. Akibatnya, masyarakat semakin putus asa terhadap para politisi di negeri ini. Pergantian pucuk kepemimpinan sepertinya tidak memberikan pengaruh apapun terhadap perbaikan kondisi yang ada. Tak heran, angka golput kerap menjadi pemenang dalam kontestasi Pilkada di berbagai daerah.
Politik “Jalan Tengah”
Di tengah keterpurukan inilah, kita memerlukan politik “jalan tengah”. Jalan tengah disini bukan seperti yang didefinisikan oleh penguasa Orde Baru di atas, tapi merupakan paradigma alternatif yang bersifat khas, bukan kapitalisme juga sosialisme. Mempertahankan sistem yang ada sama saja dengan memelihara krisis yang terbukti telah memunculkan 1001 bencana
Saat sekarang ini adalah era dimana Islam ideologis mesti tampil kepermukaan. Dengan seperangkat solusi yang dimiliki, Islam akan mampu menciptakan masyarakat sejahtera lahir dan bathin, sebagaimana yang dipraktekkan selama seribu tahun lebih dimasa Kekhilafahan. Ada sebuah fragmen indah yang dicatat oleh sejarah, yaitu ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz terheran-heran melihat utusannya kembali membawa pulang harta zakat yang diperuntukkan bagi masyarakat di seantero negeri.
Amanah dan kafaah (profesional) merupakan rahasia sukses para politisi Islam dulu. Jabatan yang ada menjadi sarana untuk taqarrub ilallah, bukan untuk menumpuk kekayaan pribadi atau mencari popularitas duniawi.
Mereka benar-benar mempraktekkan politik Islam, ri’ayah as su’un al ummah, memelihara dan memperhatikan urusan masyarakat yang dipimpinnya, bukan politik ala machiavelis yang hanya mengincar jabatan dan melibas setiap lawan politik untuk mempertahankan kedudukan. Wallahu’alam.

Dipublikasikan Pada Rubrik Opini Harian Radar Banjarmasin Edisi 30 November-1 Desember 2008

Mungkin Juga Anda Suka

Previous
Next Post »